Jumat, 27 Maret 2015

Hanya Ilusi

Saat itu dunia masih tertidur. Lelap. Namun aku tiba-tiba terbangun. Sendirian. Sunyi senyap, hampa rasanya. Suara binatang malam terdengar seperti alunan musik klasik. Lembut. Tak lama kemudian suara ayam jantan mulai berkokok di ujung selatan. Mentari pagi sedikit demi sedikit naik ke permukaan. Kini duniaku sudah terbangun, dan aku tak lagi sendirian.

Ku tengokkan wajahku ke kiri dan ke kanan, rupanya ada sesosok manusia melambaikan tangan dari arah belakang. Dia tersenyum kaku, menatap dengan tajam. Aku tak tahu persis dia tersenyum untuk siapa. Tapi aku tahu matanya menatap ke arahku. Rupanya dia semakin mendekat. Seolah ingin menyapa. Dengan mantap dia melangkah. Tapi aku hanya terdiam. Dan hanya bisa diam. Wajahnya mulai terlihat jelas, namun senyumnya semakin kaku.

Kini dia ada di hadapanku. Menatapku. Ya, dia tersenyum kepadaku. Tapi tak sepatah katapun keluar dari bibirnya. Mungkin hanya beberapa detik, tiba-tiba dia memalingkan wajahnya dan pergi menjauhiku. Dia pergi begitu saja. Sepertinya dia tak tahu kemana harus melangkah. Awalnya ke kiri, lalu ke kanan, sesekali dia menengok ke arahku sampai berkali-kali. Kadang aku merasa dia akan kembali. Tapi ternyata dia tetap melanjutkan langkahnya, entah akan kemana.

Rupanya kali ini dia melangkah terlalu jauh, hingga aku benar-benar tak bisa melihatnya lagi. Apakah dia hanya sebatas ilusi? Tapi kenapa hingga saat ini aku masih tetap bisa mengingat wajahnya? Mengingat senyumnya yang kaku dan hanya bisa membisu. Sebenarnya dia ini siapa? Kenapa dia tiba-tiba datang dan tiba-tiba pergi dengan sesuka hati?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar